Senin, 27 Februari 2012

Makna bahasa dan dialek Melayu bagi bahasa Indonesia

Fisabilillah untuk sang TINTA HITAM


Sebut saja Ifa, aku anak SMA TARUNA dan sekarang duduk dikelas X, ini hari senin yang kutunggu-tunggu, tepat tanggal 16 juli ultahku yang ke-17. teman-temanku bilang di umurku yang segini aku sudah dewasa, tapi tidak bagiku. Entahlah walaupun aku senang dan gembira tapi persaan ku terasa gelisah.
” Fa  .  . . kesini !” Bella memanggilku dengan nada keras, akupun menghampirinya sambil memukul pundaknya.
” Assalamualaikum. . .  Ada apa, ku rasa bisa dong manggil dengan nada pelan. ”
” Walaikum salam . . . Ihhh . . .  kamu nggak pernah berubah, akukan udah terbiasa dengan suara yang begini, mau digimanain lagi, suarakan nikmatnya Allah jadi aku nggak bisa robah semau ku dong ”
”Udah ah, tadi manggil kanyak kehilangan iman aja, sekarang ngomong kayak kesambet, ada apa, bella cantik ?”
” Siapa sih yang dirumah kamu ? tadi kebetulan aku lewat depan rumah kamu, ada hajatan ya, kamu bakal ngerayain ultah ya, kamu kok nggak ngundang sih ?”
” Aku juga nggak tau Bel, mungkin saja tamu ayah atau mungkin juga teman bunda. ”
Setelah mendengarkan jawabanku Bella pergi keruang kelas gitu aja tampa mengucapan salam, sepertinya ayah atau bunda akan beri kejutan untukku. Tapi perasaanku makin tambah gelasah.
Aku belajar seperti biasanya, dulu sebelum aku masuk kesekolah ini,ayah selalu saja mengharapkan aku bisa lulus saat dites, masih terngiang dibenakku apa yang dikatakan ayah, guru-guru yang bermutu, pendidikan yang terjamin, tapi ternyata semua sama saja dengan sekolah dimana anak-anak yang tak mampu bersekolah. Terkadang aku juga sering kesal dengan perlakuan guru-guru terhadap kami, mereka pandai memberi tugas padahal terkadang aku dan teman-teman yang lain belum paham dengan yang beliau ajarkan tapi kalau salah bukannya diajari malah dihukum. Penerapan pendidikan seperti ini masih tetap saja menghantui gaya pengajaran serta pendidikan di sekolah. Republik Indonesia tercinta ini, belum lagi murid-murid yang sombong, membanggakan harta orang tua mereka dan setiap ada yang tidak ku ketahui aku menanyakanya keguru, tapi kebiassaan buruk yang terjadi di sekolahku sudah mendarah daging, yaitu menorakkan siswa yang selalu bertanya, mereka berfikir setiap siswa yang bertanya adalah siswa yang tergolong bodoh, namun hal itu tak menyurutkan aku untuk selalu bertanya. Ibarat kata pepatah, bak pinang di benah dua sama saja.
Waktu istirahatpun tiba, hari ini aku puasa senini-kamis, pola diet yang selalu jadi langgananku, aku berjalan menuju kemushala sekolah buat shalat dhuha, tak begitu jauh dari kelasku, hanya butuh melewati 3 ruang aku akan sampai kesana. Selesai berwudhu akupun shalat.
” Ya Allah, Ya Rahman, hilangkanlah kegelisahan hati hamba, hamba tahu, engkau maha penyejuk setiap hati. Ya Hayyun, kuatkan hamba dalam memberi puasa ini buat kak fadly, dia telah banyak memberikan saya pengajaran tentang arti hidup ya Allah, jadikanlah Puasa hamba Sebagai obat Buat kesembuhannya Ya Allah. Hamba tahu engkau pemilik obat dari segala penyakit, hamba tahu Ya allah, jabahlah Do’a Hambamu yang lemah tak berdaya ini Ya Allah . Amin”
Bening suci jatuh dari pelupuk mataku, fadly adalah tetangga yang selalu menemiku dikala ayah taupun bunda sibuk dengan pekerjaan mereka. Tapi sekarang dia sedang kritis dirumah sakit, untuk bantu dengan mareri. Mereka tidak membutuhkannya karana mereka juga punya kehidupan yang berkecukupan sepertiku, aku hanya bisa membantunya dengan puasaku, dengan do’aku. Karana kak Fadly sering bilang, hidup adalah nuansa yang paling indah, namun kehidupan tidak akan terbanyar dengan uang. Sampai sekarang aku masih berharap kak Fadly menjelaskan apa maksud dari kata-kata itu.
Setelah aku memasukkan mukenaku kedalam tas, akupun kembali keruanganku. Kegelisahanku tak urung pergi, aku selalu berzikir, entah apa yang terjadi akupun bingung. Sampai ahirnya waktu pulangpun tiba.
Aku berlari kecil kegerbang sekolah, ternyata mang habab, sopir pribadi ayah sudah menanti-nanti kedatanganku.aku mengajaknya buat menjenguk kak fadly kerumah sakit.
” Mang, kita kerumah sakit dulu ya, perasasan Ifa nggak enak dari tadi. Ifa takut kak Fadly kenapa-napa mang.”
” Iya Fa, mamang akan antar Ifa kesana tapi sebentar saja ya”
Mamang melajukan avanzanya kearah rumah sakit, sesampainya disana dia aku mengajak,mamang untuk ikut bersamaku keruang kak Fadly. Tepat didepan ruangan yang bertulisakan ” ICU” itu aku berdiri. Akau kesal tak di izinkan masuk oleh perwatnya. Aku menghampiri ante Anna ibunya kak Fadly, sungguh sangat kurasakan harapnya seorang ibu akan kesembuhan anakanya,.
Aku pamit karna harus buru-buru pulang, sesampainya dirumah bukan pakaian yang aku ganti tapi air wudhu yang akau ambil. Selepas 2 raka’at shalat aku langsung bedo’a.
” Ya Allah, engkau penggenggam langit dan bumi, engkau maha berilmu tentu engkau mencintai orang yang berilmu. Ya Allah tunjukkan kasihmu pada kak Fadly ya Allah, izinkan dia untuk menunakann cita-cita untuk membuat sekolah yang benar-benar mampu mendidik anak-anak bangsa ini Ya Rahman, selamatkan ia dari pergelutan mautnya ya Allah. Amin”
***
  Terdengar suara teriakan dari lapangan basket, teriakan yang tidak seperti biasanya anak-anak cewek berlari-lari bergelut dengan teman-temannya. Usut dengar usut ternyata itu suara penonton yang ketakutan melihat anak basket cowok berantem, hal yang sudah tidak asing lagi didengar telinga kita. Tidak terima dengan kekalahan dan akhirnya adu kekuatan yang melibihi moral kita sebagai saudara dalam satu tujuan yaitu meraih ilmu.
Sekarang tidak ada lagi pendidikan khusus tentang moral, hanya ada PKN dan itu sudah tidak diperhitungkan lagi, teknologi dan sains yang dincar-incar sampai-sampai teroris dimana-mana karna tidak ada rasa kemanusiaaan lagi yang ditanamkan di sekolah-sekolah.
Aku selalu meresa geram setiap kali melihat perlakuan murid-murid kepada guru-guru, tidak ada rasa hormat, bahkan terkadang guru-guru malah dianggap teman sebaya. Mana penghargaan buat mereka yang mampu membuat kita menjadi orang yang dipandang. Fikiranku berlari kecil kesekolah mendengar kak Fadly menanyakan kabar sekolahku.
” lho kok malah menghayal sih  ?”
” seperti biasa belum ada yang berubah dengan sekolah, bahkan tadi waktu di sekolahan anak – anak pada berantem.
 Ruangan yang berAC itupun senyap tidak ada suara, sampai aku membuka suara
” kak, hari ini terakhir aku sekolah kak, karna ayah sudah gulung tikar, semuanya ditarik sama Bank, ayah gagal proyek. Dan kami akan pindah. Ayah benar-benar kehilangan semuanya, tapi aku tetap bersyukur kak, ayah masih tetap bisa bersama kami”
Kak Fadly tak bersuara sedikitpun, dia hanya menetapaku dengan rasa iba, aku berpamitan untuk pulang dan berpamitan untuk terakhir kalinya. Kulangkahkan kaki dengan berat sekali, tapi tidak ada yang bisa ku perbuat.
Sekarang hari-hari yang kujalani sangat berat, akhirnya aku meresakan juga pahitnya hidup anak-anak jalan, tidak sekolah, bahkan makan hanya dapat satu kali dalam sehari, belum lagi harus menghindar dari ketakutan polisi yang selalu saja menghalangi kebahagian mereka.
Aku menatap matahari pagi dengan rasa rindu akan kak Fadly yang selalu memberikan ketenangan tiap kali aku merasa ketakutan,bahkan disaat akau merasa gagal sekalipun, entah mengapa aku merasa kak Fadly pasti akan mendatangiku.
2 tahun berlalu setelah aku meninggalakan kehidupan yang serba ada, pindah kekehidupan yang aku sendiripun bingung untuk menjalaninya. Walaupun tak seburuk mereka yang harus banting tulang hanya untuk menyambung hidup, tapi cita-citaku untuk menjadi spycolog tak mampu ku gapai, bunda setahun yang lalu telah meninggalkan kami, dan pergi dengan wanita yang katanya mampu memberikan kebahagian buatnya.
Aku dan ayah tak membenci beliau, ayah menerima keputusan bunda, tapi aku sangat sedih, harus kehilangn figur seorang ibu. Namun entah kenapa disaat getir seperti itu, disaat aku melamar pekerjaan disebuah perusahaan swasta, aku bertemu dangan kak Fadly, ternyata harapanku selama ini menjadi kenyataan, aku bercerita banyak dengannya, tentang kuliahku yang gagal, tentang bunda juga tentang harapku akan sistem pendidikan yang sampai sekarang belum juga berubah.
Ternyata  papanya kak Fadly telah mengembangkan sayap perusahaannya, dan tempat aku melamar pekerjaan itu adakah perusaahan milik mereka. Beberapa bulan berjalan, aku kaget saat kak Fadly melamarku, dia beri mahar kuliah spycolg dan berjanji akan mendirikan sekolah yayasan buat siapa saja, namun dengan sistem pendidikan yang diimpikan selama ini.
Aku bahagia sekali, tidak sia- sia, do’a dan juga kesabaran yang aku tuangkan dalam hidupku selama ini, yayasan yang kami dirikan itu sekarang sudah punya 5 cabang dan ribuan siswa –siswi. Aku juga telah menyelesaikan spycolog anak, dan sekaranga aku sedang menjalani kuliah untuk jadi spikiater,aku ingin tahu apa yang anak –anak  inginkan, akau ingin tahu apa yang mereka harapkan dari ilmu yang mereka peroleh, guru-guru yang mengajar di yayasan Fisabilillah untuk sang tinta hitam, itu nama yayasan yang kami dirikan, sebagai simbol dari perjuangan dalam meraih cita-cita pendidikan Indonesia kami itu telah mendapatkan berbagai pengahargaan dari pemerintah, siswa-siswi yang kami bina disana telah berkeliling dunia, menghadiri undangan berbagai negara.
Sungguh kekuatan cinta, ilmu, dan amal tiada tandingnya. Jika kita mampu untuk bersabar dan terus menganggap bahwa skenario cinta Allah itu indah, aku akan terus berjuang untuk sistem pendididkan indonesia tercinta.   

Kebencian_Keberkahan


Pagi itu cuaca sangat cerah, aku yang waktu itu sedang duduk bersama teman laki-laki ku yang memegang gitar kesayangannya meminta dia untuk mengajariku bermain gitar dengan baik, karna saat itu kami sedang tidak ada guru.
Disaat aku sedang asyik bermain dan mulai hafal dengan kunci–kunci yang dia ajarkan kepadaku, diseberang dari tempat aku duduk tampak wajah teman–teman perempuanku kelihatan memusuhi ku, membenci, bahkan juga terlihat dari salah satu mereka tidak menyukai caraku. Aku menyadari kesalahanku, aku yang dulu selalu menjaga jarak dengan laki-laki dan membenci teman–teman yang berparan sekarang justru mendekati mereka.
Bukan itu saja aku bahkan membiarkan mereka menyentuh tanganku asalkan aku dapat bermain gitar dengan lancar, aku tidak peduli dengan apa yang mereka katakan, dengan tatapan sinis mereka, aku hanya menganggap mereka cemburu dengan aku yang bisa selalu dekat dengan anak  laki-laki yang kebetulan sangat terkenal dengan petikan – petikan senar gitarnya.
Setelah aku merasa lelah dan hari ini cukup untuk mengetahi tiga kunci, aku pun pergi mencari minuman di kantin tempat aku biasa nongkrong bersama teman- teman sampai akhirnya waktu pulangpun tiba.
“ Uuugghff  . . . . siang yang terik” desahku perlahan, semua siswa di MAN juga mersakan hal yang sama denganku. Saat apel siang waktu itu, salah satu guru agama memberi arahan sebelum kami pulang kerumah masing – masing atau bahkan kekampung mereka karna waktu itu adalah hari sabtu.
“ Lama banget sih, udah lapar nih . . . 
Terdengar suara samar dari sampingku yang menginginkan pulang cepat, aku hanya memberi senyuman padanya, karan akupun sebenarnya juga sudah lapar.
Akhirnya barisan dibubarkarkan, aku mengambil kontak motorku dan merluncur kearah rumahku, sesampainya dirumah aku mengetuk pintu dan mengucap salam.
“ Assalamualikum  . . . . “
“ Waalaikum salam,”
Terdengar suara yang sangat ku kenal, suara yang semakin hari semakin lirih dan suara yang kian hari menimpakan harapan akannya cita – citanya kepadaku. Itu suara ibu yang selalu menyambutku tiap kali aku pulang dari sekolahku. Setelah aku menukar pakaain seragamku, aku pun menghidupkan TV dan ingin menukar sinyalnya. Namun terdengar suara dari belakang.
“ Kamu sudah Shalat nak ? “
 Pertanyan itu tak mampu ku jawab, aku benar – benar tak bisa merangkai kata – kata kebohongan, entah apa yang buat aku kehilangan akidah dan akhlak yang telah terpatri didalam diriku oleh ayah yang selalu memberikan pendidikan spiritual padaku juga tujuh orang saudaraku yang lain yang telah berkeluarga dan ikut dengan suaminya.
Aku diam membisu tanpa kata, namun kaki tak juga melangkah, ku tatap hantu dunia itu tampa kedipan mata, ibu datang dengan wajah mengiba dan berharap aku mendengarkan kata – katanya untuk pergi menghadap kekasih sejati itu.
“ Pergilah nak, ibu harap kamu mampu menjadi anak yang tetap mengirimkan hadiah do’a untuk ayahmu, cukup saudara –saudaramu yang tak peduli dengan kepergian ayah jangan kau siksa ibu juga ayahmu disana kelak dengan kekafiran akan duniamu, ibu tahu kamu begitu kehilangan figur seorang ayah, tapi kamu harus percaya ayahmu akan selalu hadir didalam mimpi-mimpi indahmu.”
Aku tetap diam, bagaikan patung yesus yang disalib. Namun hatiku mendongkol penuh dengan kebencian, kenapa ayah harus pergi begitu cepat padahal aku belum buktikan kalau aku akan berjihad untuk keluarga ini,  aku mencintai ayah.  
Tanganku tak pernah lepas dari remot kontrol yang aku pegang, tak ku sadar  benda itupun jatuh karna kekuatan kebencianku, ibu langsung bangkit dan memarahiku.
“ Kamu, dikasih tahu dengan kata mengiba malah menginjak ibumu, sekarang terserah buatmu, ibu hanya ingin kamu tetap menjadi anak yang ibu kenal dulu, anak yang selalu mengajari hal – hal baik yang ibu tidak tahu, anak yang tidak pernah mendongkol saat ibu atau ayahmu memberi nasehat – nasehat untukmu. Anak yang shalat sebagai makanan dalam puasa dan uang dalam  sadakahnya. Tapi sekarang kamu bagaikan dajjal yang tak peduli dengan derita yang ibu tanggung dalam memeliharmu sendiri tanpa pemimpin.”
Ibu terdiam, namun mengelurakan bening – bening cinta dari matanya, aku belari kekamar dan mengunci kamarku. Saat itu pula aku menangis, aku teringat dengan kata – kata ayah waktu aku masih MIN, jangan pernah kamu taruh pakaian dalam di kepala orang tuamu, karana engkau wanita yang suci anakku. Dan jangan pernah kamu buat ibumu menangis karna tingkahmu yang menyesatkan, karna satu tetas air mata ibumu merupakan ribuan gelas api air nanah yang akan kamu minum di neraka kelak.
Sekarang, ibu bukan saja menangis tapi bahkan mampu mengatakan aku Dajjal, betapa durhakanya aku, tapi mengapa kau tak pernah berfikir baik selama ini tentang kepergian ayah, kenapa aku selalu memari Allah atas Dia yang tidak menunda kepergian ayah, padahal semua itu sangat diimpikan buat ayah karna jihadnya akan sakit yang dia rasakan sudah sampai pada syahid yang dia impikan.
Tak berfikir panjang lagi, aku langsung berlari menghampiri ibu, aku mencium kakinya dan juga memohon maaf  padanya, saat itu ku rasakan dekapan hangat ibu, kusadar darah yang mengalir dalam diriku adalah tetesan – tetesan air cinta ibu juga ayah yang menjaga amanah, dan juga merasakan impian malaikat -malaikat yang juga ingin menjadi manusia yang bisa merasakan dimanja oleh ibu juga ayah serta merasakan pengabdian anak kepada orang tuanya.
“ Sudah lah nak, engkau mutiara surga ibu juga ayahnu, sekarang ibu sudah memafkanmu, shalatlah, kirim do’a dan al-fatihah buat ayahmu, beliau menunggu kiriman surat cinta darimu, percayalah jika kamu anakku, mendengarkan apa yang ibu katakan pasti kamu akan bahagia.”
 Ibu menyuruhku shalat sambil mengusap air mata dan kepalaku. Terdampar pula, kecupan sayang dari ibu, yang selama ini hanya kuanggap itu sebagai angin yang melintas dikeningku.
Setelah aku Shalat dan memohon ampun pada Allah juga do’a yang ku kirim buat ayah, aku mendatangi ibu yang sedang mempasah ubi yang akan dibuat untuk kerupuk, ubi yang sebagai penyambung hidup kami, yang dari aku kecil hingga sekarang selalu menemani hari – hari ibu karna dari kerupuk ubi itu kami bertahan hidup dan telah mampu mensarjanakan empat orang kakak – kakakku, dan aku juga ingin membuktikan hal yang sama kepada ibu.
“ Ibu, aku janji akan kembali menjadi mutiara Syurgamu seperti dulu, aku yang selelu menjaga hijabku, aku yang selalu ingat akan kekasih sejati kita. Ibu, aku akan buktikan kalau aku juga kan jadi orang yang dipandang seperti ayah juga ibu dipandang oleh orang – orang. Aku akan abdikan diriku untuk ibu, sungguh aku mencintai kalian.”
“ Ibu percaya itu, jangan abaikan kepercayan ibu mu ini anakku, ibu memarahimu bukan karna ibu benci tapi ibu sayang dengan kamu, ibu tak mau kamu berlama– lama dalam kehancuran.”
Setelah itu akupun membantu ibu untuk mempasah ubi yang sudah dibuka sama ibu, hari ini baru ku rasakan kebahagiaan yang sebenarnya, kebahagian yang tak semua orang dapat meraihnya.
Kini hari – hari ku jalani kembali seperti aku yang dulu, waktu maghribpun tiba, aku mengambil mukenaku dan akupun bergegas menuju mesjid, sesampainya dimesjid aku pun langsung mengangkat takbir, disaat Shalat tak ku sadari air mataku kembali membasahi wajahku, aku benar – benar sangat bahagia telah mampu melewati masa – masa aku larut dalam kebencian.
Malam semakin larut, mataku tak bisa terpejam, aku duduk dan mengambil sehelai kertas, ku tulis bait – bait puisi buat ibu dan juga tentang kehidupanku, aku tak boleh lagi jatuh pada kesalahan yang sama, aku harus mampu melawan musuh jiwa., yaitu nafsu kebencianku yang tak terkendali dulu.
Malam begitu hening, tak ada sedikitpun terdengar suara dari luar, ku ambil gitar yang ada disisi kiri meja belajarku, ku petik senarnya, dan ku nyanyikan puisi yang telah kubuat itu, dengan suara yang sudah tidak begitu jelas aku mulai membacanya.
“ Ku lepas pandangan mata
Kutatap bentang laut
Ku termenung dan berfikir sejenak
Masihka ada yang lebih luas dari lautan  ???
Langit, yah  . . .  langit lebih luas

Ibu  . . . saat itu ku lihat wajahmu di langit biru
Engkau tersenyum manis padaku, ku tatap wajahmu
Tiba – tiba aku merasa ada sesuatu yang mengalir dalam jiwaku
Ya  . . . inilah yang lebih luas
Cinta, kasih, sayang, dan keikhlasan serta tanggung jawabmu ibu

Setiap tetes darah mengalir air susumu
Yang membangkitkan rasa rinduku padamu
Setiap desah nafasmu ada belaian kasih sayangmu
Hangatnya dekapanmu masih membekas dalam jiwaku
Hingga Tak ku sadari air mataku menetes
Ibu . . . restui permainan melody iniuntuk ayah disana dan  demi cita – citaku.”

Tak ku fikirkan petikan gitarku bagus atau tidak yang terpenting bagiku petikan gitar itu ku persembahkan buat ayah dan puisi itu buat ibu. Tak kusangka ternyata ibu terbangun karna mendengar suara gitar yang ku mainkan.
” Subahanallah, begitu indah melodi dan puisi yang kamu buat anakku, ibu menyukainya, dan tentu saja ibu merestuimu, tapi jangan pernah kamu lupa kalau Allah lah pemilik keindahan itu.”
” Okey bu, Insya Allah aku tak akan lupa dengan pemilik keindahan dari segala keindahan. Ibu, bimbing aku dalam Ridha Allah, tangisilah aku saat aku berada dalam kesesatan, tersenyumlah ibu disaat aku dalam rel kebenaran dan jangan biarkan aku disentuh oleh siapaun kecuali oleh dirimu ibu.”
”Allahu akbar pintamu akan selalu ibu tunaikan karna kamu amanah terbesar dalam hidup ibu nak, kamu ikut puasa senin-kamis tak sama ibu ?”
” Iya bu, aku ingin kirim puasa ini buat ayah juga buat kesehatan ibu. ”
” Ya sudah, kamu cuci muka dan gosok gigi dulu kekamar mandi ya, ibu mau siapkan sahur kita.”
” Iya bu. ”
Aku pun pergi mencuci muka dan gosok gigi untuk sahur bersama ibu, aku sekarang merasa rumah ini ramai dengan malaikat – malaikat yang hadir dalam kebahagian kami, rumah yang dulu terasa sepi karna hanya aku dan ibu yang tinggal dirumah ini namun kini malah sebaliknya.
Saat sahur itu, aku menatap wajah ibu, wajah yang sudah berkerut karna Zaman yang membuatnya begitu, umur yang semakin renta, dan aku sadar suatu saat aku akan kehilangan beliau juga, namun aku akan tetap hadapi semuanya dengan tegar dan aku ingin disaat kepergian beliau kelak, beliau dalam kebahagian ini.
Ayah, inilah persembahan cintaku untukmu, melody cinta di Syurgamu, Di singgasana tempat kamu bertahta saat ini, aku dan ibu akan datang keistanamu, menjadi bidadari mutiara Syugamu.Aku tidak akan pernah mengecewakan ibu lagi dan aku janji itu.
 Sekarang penyakit diabetes ibu kamubuh lagi, aku serahkan semuanya sama Allah, namun selain itu aku juga membawa ibu kerumah sakit dari dugaanku, ternyata ibu tak tertolongkan lagi, dari mulut ibu keluar buih karna kuatnya kadar gula ibu, aku menangis.
 Aku akan sendiri tanpa ibu, aku akan berjuang untuk hidup tanpa senyum dan perhatian dari ibu, tapi aku tak akan larut dalam kesedihan itu, aku harus kuliah dan mendapatkan pekerjaan yang layak demi cita – cita ibu yang ingin aku menjadi seorang dokter agar dapat mengobati anak – anak yatim juga orang – orang yang tak mampu langsung dari tanganku atas bantun Allah, karana selama ini ibu sangat sedih dengan perlakuan orang – orang atas yang tidak peduli dengan kami yang tidak punya uang untuk berobat, dan juga mampu berbain gitar dengan baik supaya bisa menghibur mereka yang bersedih karna sudah kehilangan ayah rindukan, dan dilecehkan oleh masyarakat.
            ”Detik ini aku memang gagal untuk menjadi dokter bu, tapi aku akan sudahi kuliahku untuk menjadi guru yang menciptakan calon-calon dokter . Ibu,ayah aku mencintai kalian seperti api dan air mencintai tuhannya .”

Minggu, 26 Februari 2012

Setinta tentang TEATER dalam SENI ISLAM



 
Konsep TEATER  dalam seni islam


Segi spykologi ( Dr.Inna mutmainah Sp.I) : Teater akan menuntun anak mengeluarkan imajinasi serta emosionalnya  sehingga tidak akan pernah lagi kita dengar seorang anak yang terpendam dengan mimpi-mimpi mereka karna lewat teater anak mampu berbuat bahkan anak mampu  menutupi kekurangan yang ada dalam dirinya.
Segi intelegen otak ( Dr.yout savitri.MoT ) : Kita mengmbil contoh pantomim. seorang yang menjadi kupu-kupu, tangan Jemari yang bergerak akan membuat urat-urat syaraf tidak membengkak, gerakan-gerakan yang dilakukan akan dapat meningkatkan keseimbangan atau hormonisasi antara kontrol emosi dan logika yang akan sangat membantu kita dalam situasi  yang menjengkelkan.
  Gerakan dengan tangn dan kaki serta olah vokal yang dilakukan dapat memberikan rangsanga dan stimulus pada otak’ gerakan itu yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan’kosentrasi,kecepatan, belajar,pemecahan masalah dan kreativitas) sehingga imajinasi otak menjadi terarah.
Segi Agama    ( Ustadz Debi Sag. ) : Sebelum islam menjadi peradaban yang besar sebenarnya teater sudah berkembang luas, disaat islam yang masih berjalan dengan umat yang sedikit nabi Ibrahim berteater. Nabi ibrahim seolah-olah mengangap ismail yang ingin di sembelih itu sebagai hewan qurban, begitu juga dengan nabi muhammad terhadap cucunya hasan dan husin yang beliau berperan sebagai kuda disaat hasan dan husen menaiki pundaknya karena beliau tidak ingin cucunya bersedih.
        Dan Allah swt. Juga sudah jelaskan dalam Al-Qur,an bahwa dunia ini hanya Panggung sandiwara belaka.

  Begitu besarnya peran teater dalam islam dan hidup kita saat ini ditambah lagi dengan dunia yang kita tak tau apangkal ujungnya, kita dituntut untuk mampu berperean jadi diri sendiri bahkan jadiapa yang ada didepan kita dalam arti lain kita dituntut untuk siap dalam hal apapun. Teater juga mengajarkan kita untuk bisa menghargai orang lain. Contoh disaat berperan menjadi pengemis kita akan dapat rasakan penderitaan mereka atau juga malunya mereka karna pada hakekatnya mereka juga memiliki hati dan perasaan juga keinginan seperti apa yang kita rasakan.